Selasa, 05 Juli 2011

Pajak Internasional

Seiring dengan semakin meningkatnya transaksi lintas negara yang melibatkan perusahaan multinasional yang melakukan ekspansi ke berbagai negara yang memiliki kebijakan perpajakan yang berbeda, baik dalam penentuan subyek, obyek, tarif, maupun sistem administrasinya, maka tidak dapat dihindari terjadinya pengenaan pajak berganda, penghindaran pajak atau pengelakan pajak.

Sehubungan dengan upaya menghindari pengenaan pajak berganda, penghindaran pajak, dan pengelakan pajak, maka berbagai peraturan dan perjanjian, baik yang bersifat domestik maupun internasional telah dibuat dan dilaksanakan, seperti peraturan domestik yang memberikan kewenangan kepada otoritas pajak di negara setempat untuk menghitung kembali besarnya penghasilan kena pajak, tax convention, tax treaty, mutual agreement procedure (MAP), advance pricing arrangement (APA), dan exchange of information (EOI).

Tax Convention atau konvensi pajak adalah perjanjian perpajakan internasional yang pertama sekali dicetuskan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1921. Model ini kemudian dikembangkan dan dipakai oleh negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menjadi OECD model. Kemudian pada tahun 1967, Dewan Ekonomi dan Sosial PBB membuat perjanjian khusus untuk negara berkembang yang kemudian dikenal sebagai UN model. Konvensi-konvensi inilah yang kemudian menjadi sumber hukum dalam perpajakan internasional, seperti misalnya dalam pembuatan tax treaty.

Tax Treaty atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah suatu persetujuan antara dua negara atau lebih dengan membagi hak untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang berasal dari suatu negara yang diperoleh penduduk atau resident negara lain. Tujuan dari P3B ini adalah untuk menghindari pengenaan pajak berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak yang timbul dari transaksi di antara kedua negara.

Mutual Agreement Procedure (MAP) atau Prosedur Persetujuan Bersama adalah forum untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan P3B. Misalnya masalah domisili rangkap, tata cara pelaksanaan dalam rangka penerapan tarif pemotongan pajak, masalah yang menyangkut interpretasi dari suatu ketentuan, dan sebagainya.

Advance Pricing Arrangement (APA) atau Kesepakatan Harga Transfer adalah perjanjian antara otoritas pajak dengan wajib pajak bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang berlaku selama satu periode tertentu.

Exchange of Information (EOI) atau Pertukaran Informasi adalah fasilitas pertukaran informasi perpajakan yang terdapat didalam P3B yang dapat dimanfaatkan untuk upaya pencegahan penghindaran pajak, pengelakan pajak, dan penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak.

Pertanyaannya, apakah berbagai peraturan dan perjanjian tersebut sudah mampu mengatasi berbagai persoalan pengenaan pajak berganda, penghindaran pajak, dan pengelakan pajak? Dalam batasan tertentu dan di negara tertentu, peraturan dan perjanjian tersebut telah cukup memadai dalam mengatasi berbagai persoalan perpajakan internasional, meski masih perlu dikembangkan atau direvisi sesuai dengan dinamika perekonomian internasional.

Dalam perspektif perpajakan di Indonesia, berbagai peraturan dan perjanjian yang terkait dengan perpajakan internasional juga telah dibuat dengan mengadopsi berbagai instrumen yang telah dibahas sebelumnya. Hanya saja masih banyaknya kasus dan sengketa antara aparat pajak dan wajib pajak terkait dengan pengenaan pajak berganda, penghindaran pajak atau pengelakan pajak melalui praktek transfer pricing, menunjukkan masih belum optimalnya pelaksanaan instrumen tersebut.

Penyelesaian terhadap permasalahan tersebut tentu tidak semudah yang kita bayangkan, diperlukan keinginan kuat dan kerjasama yang lebih baik dengan pihak-pihak terkait. Masih diperlukan perubahan struktur, sistem dan prosedur administrasi, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan para aparat pajak.

Terkait dengan permasalahan transfer pricing, Indonesia masih perlu belajar banyak kepada Jepang dalam mengotimalkan Advance Pricing Arrangement (APA) atau Kesepakatan Harga Transfer. Meskipun APA telah diadopsi dalam Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia, namun pelaksanaan APA ini belum optimal. Hal ini bisa diketahui dengan masih banyaknya kasus dan sengketa pajak yang terkait dengan transfer pricing.

Jepang adalah negara pertama di dunia yang menerapkan APA pada tahun 1987 dan hingga saat ini berjalan dengan efektif. Sebagai contoh, di kantor wilayah pajak Metropolitan Tokyo terdapat divisi khusus yang menangani APA. Divisi ini sangat efektif dalam mengantisipasi praktek transfer pricing di Jepang, bahkan dapat menghindari terjadinya sengketa pajak antara otoritas pajak setempat dengan wajib pajak. Praktis setelah program APA ini dilaksanakan, tidak ada sengketa pajak yang terkait dengan transfer pricing.

(dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar